Senin, 21 Februari 2011

Cerita Gadis Pesisir

Cerita Gadis Pesisir

Aku seorang gadis cilik yang berumur 14 tahun. Aku dan keluargaku tinggal di sebuah daerah pesisir pantai kepulauan Nusa Tenggara Barat. Ayahku seorang nelayan, sedangkan ibuku hanya ibu rumah tangga yang setia menjaga aku dan adikku dirumah. Saat ini aku bersekolah di SMP Negeri 2 Nusa Tenggara Barat. Jarak rumahku ke sekolah sekitar 200 meter. Setiap hari aku berjalan kaki kesekolah dan hanya beralaskan sandal jepit, karena ayahku tidak mampu untuk membelikanku sepatu, apalagi sebuah sepeda untuk aku bersekolah. Tetapi aku bersyukur karena aku masih bisa menuntut ilmu disekolah dibandingkan dengan anak-anak lain diluar sana yang mungkin tidak dapat bersekolah seperti aku. Dan syukur Alhamdulillah, semenjak dua tahun yang lalu biaya sekolahku sudah dibebaskan. Sehingga dapat mengurangi beban biaya hidup orang tuaku. Tidak hanya itu, sekolahku yang dulunya jelek bahkan hampir roboh, sekarang sudah diperbaiki menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Setiap hari aku bangun pagi sekali. Aku menunaikan sholat subuh, kemudian membantu ibu memasak didapur dan membersihkan rumah. Rumahku hanya rumah sederhana yang lebarnya kurang lebih 5 meter dan panjangnya 8 meter. Dinding-dindingnya hanya terbuat dari kayu yang beratapkan seng dan ditutupi oleh banyak rumbia. Setelah membersihkan rumah, aku segera berangkat kesekolah. Senang rasanya bisa bertemu teman-temanku . Dengan semangat yang tinggi, aku belajar dengan sungguh-sungguh untuk mengejar cita-citaku.
Tidak terasa sudah waktunya untuk pulang. Sesampainya dirumah, aku langsung menuju dapur untuk mengambil makanan yang telah disediakan ibu. Setiap hari aku hanya makan makanan seadanya saja, untuk hari ini aku makan nasi dengan lauk ikan asin dan tahu goreng. Maklum ayahku hanya seorang nelayan yang berpenghasilan sangat pas-pasan. Apalagi kalau cuaca sedang buruk, ayahku tidak dapat menghasilkan apa-apa. Tapi itu tidak masalah asalkan ayahku selamat daripada harus mengambil resiko untuk berlayar. Hari ini aku duduk termenung di pinggiran pantai dekat rumahku. Aku sedih melihat alam yang semakin rusak seperti sekarang ini. Tidak lama ayahku datang menghampiriku, kemudian mengajakku kedasar laut untuk menyelam bersama. Ya Tuhan, betapa sedihnya aku melihat terumbu-terumbu karang yang semakin rusak. Sesampainya kembali ke perahu, ayah berbicara kepadaku.
” Apakah kamu lihat nak terumbu-terumbu karang yang rusak itu? Itu adalah hasil dari perbuatan tangan-tangan jahat manusia yang tega mencemari dan merusak laut. ” kata ayah.
” Iya aku melihatnya yah, bagaimana bisa terumbu – terumbu karang itu rusak yah?” tanyaku.
” Orang-orang itu mencari ikan hanya untuk keuntungan semata tanpa melihat akibatnya. Mereka menangkap ikan dengan cara meledakkannya atau memberi racun. Mereka tidak pernah berfikir, butuh berapa lama waktu bagi terumbu karang untuk hidup kembali. Bagaimana jadinya nanti kalau terumbu karang yang sebagai habitat ikan tidak dapat lagi memberi tempat untuk ikan-ikan berkembang biak.” kata ayah.
”Iya kalau terumbu-terumbu karang itu rusak, jadi ikan-ikan tidak punya tempat buat melindungi telur-telurnya ya yah?” tanya aku.
”Iya kamu betul sekali nak, jadi semakin sulit untuk nelayan seperti ayah dalam mencari ikan.” jawab ayah.

Selama perjalanan ke daratan aku merenungkan apa yang yang terjadi dengan lautku. Aku berfikir betapa kayanya negeri ini. Indonesia merupakan negara maritim terbesar didunia. Kalau saja hasil laut ini bisa dikelola dengan baik, mungkin para nelayan seperti ayahku bisa lebih terjamin kehidupannya. Tetapi sepertinya pemerintah terlalu sibuk untuk memikirkan kami, rakyat pesisir yang sangat tergantung dengan laut. Untuk melaut, ayahku membutuhkan solar utnuk perahunya, namun harganya semakin lama semakin naik. Padahal kalau kita dapat mengelola hasil bumi kita secara mandiri, maka kita bisa mengatur ekonomi negara kita sendiri. Indonesia kan tidak hanya kaya akan hasil tambangnya, tetapi juga kaya akan sumber alam lain yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak. Namun pemerintah belum mau memberi fasilitas untuk mengembangkannya. Yah.. aku hanya bisa merenungkannya saja. Mudah-mudahan suatu saat negaraku tercinta ini bisa tumbuh mandiri dan bisa memakmurkan seluruh rakyatnya. Amin...
Sesampainya didarat, aku berencana utuk bermain bersama teman-teman sebayaku. Sebagi anak pesisir, aku sudah akrab sekali bermain dengan laut. Aku dan teman-temanku biasa untuk berenang bersama sambil mencari ikan yang nantinya bisa kami makan bersama. Hari ini aku berkumpul dengan teman-temanku dibawah pohon kelapa dipinggir pantai. Teman-temanku yang datang bernama Dini, Sari, Ria, Adit, Toto dan Anton. Setelah semua berkumpul, kami mengambil perahu sederhana buatan kami sendiri untuk mencari ikan di laut.
Setelah sampai ditengah laut, aku, Dini dan Sari kebagian menunggu di perahu, sedangkan yang lainnya dapat kebagian menyelam untuk mencari ikan. Setelah beberapa lama akhirnya kami mendapatkan lumayan banyak ikan. Setelah cukup, kami kembali ke pinggir pantai. Sesampainya di pantai langsung saja kami mencari kayu-kayu kering. Sambil mencari batang-batang kayu kering, terkadang kami mendapatkan kepiting. Daging kepiting rasanya sangat enak. Tetapi sayang hari ini kami tidak mendapatkan kepiting. Setelah semua kayu terkumpul, kami bakar ikannya bersama-sama. Wah seru sekali rasanya. Selain rasa ikannya yang enak, berkumpul dan bercanda dengan teman-temanku adalah waktu yang sangat istimewa. Tidak terasa ikannya sudah habis, langsung saja temanku adit dan anton memanjat salah satu pohon kelapa untuk mengambil kelapa yang masih muda. Maklum kami semua kehausan. Selagi mereka memanjat pohon, Toto mengambil pisau kerumahnya yang tidak begitu jauh dari pantai. Sedangkan aku dan yang lain menunggu kelapa yang dilemparkan Adit dan Anton kebawah. Wuih.. segarnya air kelapa ini. Sehabis kami minum airnya, batok-batok kelapa itu kami cat dengan cat warna untuk dibentuk menjadi wajah-wajah manusia. Lucunya gambar-gambar kami, ada yang gambarnya wajah sedang tertawa, menangis, tersenyum, dan marah. Yah semua itu cuma sebagai ekspresi aku dan teman-temanku saja. Tak terasa waktu sudah sore dan kami harus segera pulang.
Sesampainya dirumah aku membantu ibu mengurus adik-adikku. Kemudian aku mandi dan memandikan adik-adikku juga. Malam harinya aku belajar dan mengerjakan tugas dari sekolah. Setelah semuanya selesai, aku bersiap-siap untuk tidur. Dengan hanya beralaskan kasur tipis aku dan adikku tidur bersama. Malam ini aku berdoa, semoga hari esok lebih baik dari hari ini. Dan semoga apa yang aku cita-citakan dapat terwujud duatu saat nanti. Amin....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar